Menurut Mursal Esten, sastra atau kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia (dan masyarakat) melalui bahasa sebagai medium dan punya efek yang positif terhadap kehidupan manusia (kemanusiaan). Sedangkan pengertian sastra menurut Engleton adalah karya yang mencatatkan bentuk bahasa. harian dalam berbagai cara dengan bahasa yang dipadatkan, didalamkan, dibelitkan, dipanjangtipiskan dan diterbalikkan, dijadikan ganjil.
Dalam bahasa Sanskerta, kata seni disebut cilpa. Sebagai kata sifat, cilpa berarti berwarna, dan kata jadiannya su-cilpa berarti dilengkapi dengan bentuk-bentuk yang indah atau dihiasi dengan indah. Sebagai kata benda ia berarti pewarnaan, yang kemudian berkembang menjadi segala macam kekriaan yang artistik. Cilpacastra yang banyak disebut-sebut dalam pelajaran sejarah kesenian, adalah buku atau pedoman bagi para cilpin, yaitu tukang, termasuk di dalamnya apa yang sekarang disebut seniman. Memang dahulu belum ada pembedaan antara seniman dan tukang. Pemahaman seni adalah yang merupakan ekspresi pribadi belum ada dan seni adalah ekspresi keindahan masyarakat yang bersifat kolektif. Yang demikian itu ternyata tidak hanya terdapat di India dan Indonesia saja, juga terdapat di Barat pada masa lampau.
Peranan sastra dalam pengembangan bahasa
Sastra sebagai sebuah karya yang menampilkan realitas yang ada dalam masyarakat menjadi penting artinya dalam pengembangan bahasa, beberapa arti penting sastra dalam pengembangan bahasa antara lain,
a. Menambah wawasan kebahasaan
Karya sastra sebagai sebuah karya kreatif memiliki ketiga aspek penting bahasa, yaitu aspek rasional, karya sastra menampilkan kenyataan masyarakatnya. Apek emosional, karya sastra menampilkan emosi-emosi dalam alur-alur cerita yang ditampilkan oleh pengarangnya, dan aspek afektif, sastra menampilkan tingkah laku tokoh-tokoh yang dibuat oleh pengarangnya.
Secara pasif sastra memberikan pengajaran bahasa melalui membaca karya sastra, pembacaan karya sastra berupa novel dan cerpen akan menambah wawasan kebahasaan seseorang. Selain itu membaca karya sastra juga mampu menambah wawasan kebudayaan. Secara aktif sastra memberikan pengajaran bahasa melalui tindakan atau peragaan. Hal ini dapat kita lihat dalam penampilan drama dan puisi. Pembaca secara tidak langsung belajar artikulasi bunyi yang baik, intonasi yang diikuti dengan penghayatan.
Lebih jauh sastra juga berpengaruh dalam proses penambahan atau masuknya kosakata-kosakata daerah ke kosakata Bahasa Indonesia. Kita bisa lihat bagaimana masuknya kosakata Jawa dan Sunda ke dalam bahasa Indonesia melalui karya sastrawan jawa Linus Suryadi AG dalam karyanya “Pengakuan Pariyem”. Linus dengan sangat latar belakang budaya Jawanya mampu memberikan kata-kata dalam bahasa jawa yang lugas dalam Prosalirisnya ini. Contohnya dalam cuplikan berikut “Ya, Ya Pariyem saya “Iyem” panggilan sehari-harinya, saya bocah gunung, melarat pula, badan dan jiwa harta karun saya penghidupan anugerah Sang Hyang Wisesa Jagad”. Dari contoh tersebut terdapat beberapa kosakata jawa, selain itu budaya juga dapat dilihat bagaimana seorang wanita jawa memandang diri dan hidupnya sebagai harta benda pemberian yang maha kuasa. Selain itu kita juga bisa melihat ini pada karya-karya Ahmad Tohari dalam trilogi Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dini Hari, dan Jentera Biang Lala. Dari judul karya-karyanya Ahmad Tohari secara tidak langsung memperlihatkan latar belakang budaya yang mempengaruhinya. Karya sastrawan Sumatra Barat pun ikut memberikan sumbangan dalam peristiwa bertambahnya kosakata itu. Karya-karya AA Navis, Gus TF Sakai dan Haris Efendi Tahar. Peristiwa masuknya kosa kata itu dalam Ilmu bahasa khususnya Sosiolinguistik dianggap sebagai interfensi bahasa.
b. Menambah perbendaharaan kosakata,
Pada karya-karya di atas mempelihatkan bagaimana kosakata-kosakata daerah masuk dalam ranah bahasa Indonesia. Namun ada juga karya sastra mampu menambah perbendaharaan kosakata bahasa Indonesia dengan kosakata asing, masuknya kosakata asing tersebut dapat kita lihat dalam Tetra Logi Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata. Andrea dengan ilmu yang dimilikinya mampu menampilkan kepada pembaca kata-kata latin yang sama sekali baru bagi khallayak pembaca sastra khususnya di Indonesia. Banyak sekali istilah-istilah latin dan istilah budaya, yang digunakannya sehingga mampu menambah perbendaharaan kosakata pembacanya. Artinya secara tidak langsung dengan membaca karya tersebut para pembaca telah mendapatkan berbagai istilah latin untuk berbagai kosa kata yang dalam bahasa ibu mereka tidak ada atau memiliki padanan.
Contoh: Pada Buku I Laskar Pelangi kita menemui kata-kata
1. Dul Muluk: Sandiwara rang melayu, dipentaskan sepertu ketoprak tapi pakemnya berbabak-babak.
2. Filicium (Filicium decipien; fern tree) pohon kere/ kerai/ paying atau Ki Sabun, disebut Ki Sabun karena seluruh bagian tubuh pohon itu mengandung saponin atau zat kimia yang menjadi salah satu bahan untuk membuat sabun.
3. Antudiluvium: Masa sebelum diluvium (zaman Pleistosen).
4. Thistle Crescent (Venessa cardui; painted lady; thistle butterfly): jenis kupu-kupu yang paling luas penyebarannya dan hampir bisa ditemui di seluruh dunia.
5. Cassiopeia: Konstelasi bintang berbentuk seperti huru W dibelahan bumi utara, berada didekat Polaris
6. Manekken pis (patung bocah yang sedang pipis) aikon pariwisata belgiayang dipahat Jerome duquesnoy tahun1619
7. Juliette Balcony, sebuah tempat di Verona yang pernah menjadi rumah kosnya William Shakeepeare ketika menuliskan adegan Romeo memanjat kamar dengan gordijn yang dijulurkan Juliette.
a. Menambah wawasan kebahasaan
Karya sastra sebagai sebuah karya kreatif memiliki ketiga aspek penting bahasa, yaitu aspek rasional, karya sastra menampilkan kenyataan masyarakatnya. Apek emosional, karya sastra menampilkan emosi-emosi dalam alur-alur cerita yang ditampilkan oleh pengarangnya, dan aspek afektif, sastra menampilkan tingkah laku tokoh-tokoh yang dibuat oleh pengarangnya.
Secara pasif sastra memberikan pengajaran bahasa melalui membaca karya sastra, pembacaan karya sastra berupa novel dan cerpen akan menambah wawasan kebahasaan seseorang. Selain itu membaca karya sastra juga mampu menambah wawasan kebudayaan. Secara aktif sastra memberikan pengajaran bahasa melalui tindakan atau peragaan. Hal ini dapat kita lihat dalam penampilan drama dan puisi. Pembaca secara tidak langsung belajar artikulasi bunyi yang baik, intonasi yang diikuti dengan penghayatan.
Lebih jauh sastra juga berpengaruh dalam proses penambahan atau masuknya kosakata-kosakata daerah ke kosakata Bahasa Indonesia. Kita bisa lihat bagaimana masuknya kosakata Jawa dan Sunda ke dalam bahasa Indonesia melalui karya sastrawan jawa Linus Suryadi AG dalam karyanya “Pengakuan Pariyem”. Linus dengan sangat latar belakang budaya Jawanya mampu memberikan kata-kata dalam bahasa jawa yang lugas dalam Prosalirisnya ini. Contohnya dalam cuplikan berikut “Ya, Ya Pariyem saya “Iyem” panggilan sehari-harinya, saya bocah gunung, melarat pula, badan dan jiwa harta karun saya penghidupan anugerah Sang Hyang Wisesa Jagad”. Dari contoh tersebut terdapat beberapa kosakata jawa, selain itu budaya juga dapat dilihat bagaimana seorang wanita jawa memandang diri dan hidupnya sebagai harta benda pemberian yang maha kuasa. Selain itu kita juga bisa melihat ini pada karya-karya Ahmad Tohari dalam trilogi Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dini Hari, dan Jentera Biang Lala. Dari judul karya-karyanya Ahmad Tohari secara tidak langsung memperlihatkan latar belakang budaya yang mempengaruhinya. Karya sastrawan Sumatra Barat pun ikut memberikan sumbangan dalam peristiwa bertambahnya kosakata itu. Karya-karya AA Navis, Gus TF Sakai dan Haris Efendi Tahar. Peristiwa masuknya kosa kata itu dalam Ilmu bahasa khususnya Sosiolinguistik dianggap sebagai interfensi bahasa.
b. Menambah perbendaharaan kosakata,
Pada karya-karya di atas mempelihatkan bagaimana kosakata-kosakata daerah masuk dalam ranah bahasa Indonesia. Namun ada juga karya sastra mampu menambah perbendaharaan kosakata bahasa Indonesia dengan kosakata asing, masuknya kosakata asing tersebut dapat kita lihat dalam Tetra Logi Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata. Andrea dengan ilmu yang dimilikinya mampu menampilkan kepada pembaca kata-kata latin yang sama sekali baru bagi khallayak pembaca sastra khususnya di Indonesia. Banyak sekali istilah-istilah latin dan istilah budaya, yang digunakannya sehingga mampu menambah perbendaharaan kosakata pembacanya. Artinya secara tidak langsung dengan membaca karya tersebut para pembaca telah mendapatkan berbagai istilah latin untuk berbagai kosa kata yang dalam bahasa ibu mereka tidak ada atau memiliki padanan.
Contoh: Pada Buku I Laskar Pelangi kita menemui kata-kata
1. Dul Muluk: Sandiwara rang melayu, dipentaskan sepertu ketoprak tapi pakemnya berbabak-babak.
2. Filicium (Filicium decipien; fern tree) pohon kere/ kerai/ paying atau Ki Sabun, disebut Ki Sabun karena seluruh bagian tubuh pohon itu mengandung saponin atau zat kimia yang menjadi salah satu bahan untuk membuat sabun.
3. Antudiluvium: Masa sebelum diluvium (zaman Pleistosen).
4. Thistle Crescent (Venessa cardui; painted lady; thistle butterfly): jenis kupu-kupu yang paling luas penyebarannya dan hampir bisa ditemui di seluruh dunia.
5. Cassiopeia: Konstelasi bintang berbentuk seperti huru W dibelahan bumi utara, berada didekat Polaris
6. Manekken pis (patung bocah yang sedang pipis) aikon pariwisata belgiayang dipahat Jerome duquesnoy tahun1619
7. Juliette Balcony, sebuah tempat di Verona yang pernah menjadi rumah kosnya William Shakeepeare ketika menuliskan adegan Romeo memanjat kamar dengan gordijn yang dijulurkan Juliette.
Sumber : http://bahren1979.wordpress.com/2008/07/31/peranan-sastra-dan-budaya-dalam-pengembangan-bahasa/
No comments:
Post a Comment